Sidoarjo - Proses pencarian korban para santri tertimbun reruntuhan musala ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, masih terus berlangsung hingga siang ini, Rabu (1/10). Santri ungkap keterlibatan pengecoran bangunan adalah sebuah hukuman bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan.
“Ambruknya pas salat berjemaah. Imamnya selamat, tapi banyak teman-teman saya yang tertimpa,” tutur seorang santri yang enggan disebutkan namanya, Rabu (1/10).
Hingga kini, Tim SAR gabungan masih berjibaku menyisir puing-puing bangunan tiga lantai tersebut. Dari total ratusan santri, 120 sudah berhasil dievakuasi, namun 66 lainnya masih dalam pencarian.
Di balik musibah memilukan ini, terselip kisah tentang keseharian santri di pondok. Salah satunya adalah kebiasaan pemberian hukuman bagi mereka yang tidak mengikuti kegiatan pesantren. Hukuman itu berupa ikut membantu pengecoran bangunan yang sedang dikerjakan.
“Kalau ada santri yang ketahuan bolos, biasanya dihukum bantu ngecor. Tapi sebenarnya kami hanya ikut saja, karena tukangnya banyak. Santri tidak wajib, cuma disuruh bantu kalau kena hukuman,” jelas santri yang sudah enam tahun mondok tersebut.
Beruntung, saat musala itu ambruk, ia sedang tidak berada di lokasi. Ia sedang berada di luar pondok saat itu.
"Saya baru sampai pondok, musalanya sudah ambruk. Ratusan santri waktu itu sedang salat asar. Banyak yang tertimpa reruntuhan,” ujarnya.
Cerita lain diungkap dari Abdul, keluarga salah satu korban. Keponakannya yang berasal dari Madura disebut sedang berada di dekat santri yang tengah membantu pengecoran sebelum musala itu runtuh.
“Jadi lagi ngecor, jatuh, terus luka di wajah, giginya copot,” pungkasnya.
Hingga Rabu pagi, harapan keluarga korban dan para santri masih menggantung di balik puing-puing beton. Doa terus dipanjatkan agar proses evakuasi berjalan cepat dan korban yang belum ditemukan bisa segera dievakuasi. (bank)
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!